Cipta Madani
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam
INTERNAL COMMUNICATION
Pinder and Haris (2001) mendefinisikan silence sebagai ketiadaan voice dalam komunikasi, yang melibatkan rangkaian kognisi, emosi dan intensi seperti keberatan dan dukungan. Mereka juga menambahkan bahwa silence dapat berupa perilaku aktif, penuh kesabaran, memiliki tujuan dan manfaat.
Menurut Van Dyne et al. (2003) Voice-Silence adalah motivasi karyawan untuk menahan penyampaian gagasan, informasi dan opini mengenai pengembangan dalam hal-hal yang berkaitan dengan kinerja. Employee silence dapat diartikan sebagai tidak ditunjukkannya perasaan seseorang, tidak berbagi dengan orang lain dan menutupi masalah dengan berprilaku diam (silence) dan tetap terus bekerja seakan-akan tidak terjadi permasalahan apapun.
Ada banyak alasan mengapa keryawan memilih untuk tetap diam. Ini dapat dinyatakan sebagai kebiasaan perilaku, kesadaran dan mekanisme pengambilan keputusan. Alasan terjadinya Organizational Silence dapat disebabkan karena hal-hal berikut :
- Injustice Culture (Ketidakadilan Budaya)
- Silence Climate (Iklim Kebisuan)
- Orgazational Culture (Budaya Organisasi)
- Managerial Reasons (Alasan Manajerial)
- Negative Feedback Fears of Managers (Ketakutan Tanggapan Negatif dari Manajer)
- Prejudices towards Work and Worker (Prasangka terhadap Kerja dan Pekerja)
- Character of the Managers (Karakter dari Manajer)
- Homogenity of the Manager (Homogenitas dari Tim Manajemen)
- Individual Reasons (Alasan Individual)
- Lack of Confidence (Kurangnya Kepercayaan Diri)
- Considering Talking Risky (Mengingat Resiko Berbicara)
- Fear of Isolation (Takut Diasingkan)
- Past Experiences (Pengalaman Masalalu)
- Fear for Damaging the Relations (Takut Merusak Hubungan)
- Character and Personality (Karakter dan Kepribadian)
- National and Cultural Reasons (Alasan Kebangsaan dan Kebudayaan)
- Cultural Structure and Norms (Norma dan Struktur Budaya)
- Power Distence (Jarak Kekuasaan)